Dalam Al-Qur’an disabdakan
:
128. Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat
terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan)
bagimu, Amat belas kasihan lagi Penyayang terhadap orang-orang mukmin.
129. Jika mereka berpaling (dari keimanan), Maka Katakanlah: "Cukuplah
Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan
Dia adalah Tuhan yang memiliki 'Arsy yang agung". (QS 9:128-129)
PENTAUHIDAN YANG BENAR & SYAHADAT YANG BENAR
Berawal dari realitas Absolut Allah sebagai al-Haqq, yang memiliki hak dan
wewenang pada semua makhluk ciptaanNya akan dikenali oleh makhluk yang menjadi
hamba-Nya. Pengenalan ini akan disertai berbagai atribut yang dianugerahkan
oleh-Nya pada makhluk yang dikasihi-Nya tersebut dengan penamaan khas. Misalnya
Nabi Muhammad SAW disebut-Nya sebagai hamba-Nya (‘Abd Allah) dan Kekasih-Nya
(Habib Allah) sebagai pemegang cermin- Nya yaitu Qalb al-Mu’minun. Ketika
KekasihNya itu muncul di alam dunia, maka representasi aktual seorang Nabi
maupun Rasul pilihan paling sempurna tentunya adalah yang paling awal
dinyatakan sebagai Idea Ideal Yang Pertama yang mewakili pengertian Ilahi
secara utuh dan paling akhir diungkapkan sebagai kenyataan yang benar-benar
real, yaitu suatu kehidupan makhluk yang tumbuh berkembang dari janin sampai
menjadi tua dimana nafas kehidupannya disandarkan pada kesadaran kudus di
hadapan Allah, Rabbul Aalamin sebagai hamba. Dan ia yang awal adalah Ahmad yang
kemudian menjadi Muhammad SAW. Ahmad mewakili citra kekanak-kanakan dari
kehidupan arketipal manusia dimana hasrat dinyatakan tanpa aturan yang
mengendalikan dan tanpa tanggung jawab, Ahmad adalah karakteristik awal dari
hasrat yang tampil semasa manusia belum dewasa. Nama Muhammad adalah nama yang
lebih ditekankan sebagai kedewasaan sikap dan adab manusia secara arketipal
maupun real yaitu ketika ia mulai tumbuh sebagai makhluk berpikir, berperasaan
dan bertanggung jawab secara pribadi maupun kolektif. Penganugerahan Nabi dan
Rasul paling sempurna dan paling akhir karena itu direpresentasikan oleh sosok
dewasa Ahmad sebagai Nabi Muhammad SAW yang berendah diri di hadapan Allah
sebagai hamba sesuai dengan saran Malaikat Jibril. Jadi bukan sosok yang
menyombongkan diri dan bukan sosok yang menyandarkan diri pada selain Allah.
Islam dengan berendah diri adalah adab mulia. Adab ini bukan adab yang baru.
Yang pertama bersikap seperti itu adalah Nabi Ibrahim a.s berdasarkan teguran
langsung Tuhan kepadanya (lihat QS 2:131). Akan tetapi ada perbedaan dalam
kekhususan gelarnya dimana Ibrahim a.s sebagai Bapak Para Nabi disebut-nya
sebagai Khalil Allah. Atribusi kemuliaan Muhammad SAW dengan sebutan Habib
Allah menjadi yang tertinggi karena berhubungan langsung dengan perintah
Penciptaan Makhluk yaitu “Kun Fa Yakuun” dan dasar dari penciptaan tersebut
yaitu “Bismillahir al-Rahmaan al-Rahiim”.
Karena fakta demikianlah maka Muhammad menjadi Nabi yang Terakhir dan karena
kesadaran yang ditetapkan Allah kepada Muhammad tentang kenyataan hidup ini
dalam kedewasaannya maka melalui lidah Muhammad yang menyampaikan Qalam sebagai
manusia pilihan-Nya era Kenabian dan Kerasulan diakhiri.
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu,
tetapi dia adalah Rasul Allah dan penutup para Nabi. Dan adalah Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu.” (QS. 33:40)
Selain firman Allah diatas yang memberikan penutup para Nabi, hadits-hadits
Nabi yang sumbernya jelas juga banyak mengungkapkan penafsiran yang sama dimana
era Kenabian dan Kerasulan diakhiri atau ditutup oleh Nabi Muhammad SAW.
Rasulullah Saw bersabda :
‘Sesungguhnya aku mempunyai
beberapa nama: Aku Muhammad, Aku Ahmad, Aku yang penghapus karena aku, Allah
menghapuskan kekafiran, Aku pengumpul yang dikumpulkan manusia dibawah
kekuasaanku dan aku pengiring yang tiada kemudianku seorang Nabipun.’ (Bukhari
dan Muslim, Kitab-ul-Fada’il, Bab: Asmaun-Nabi; Tirmidhi, Kitab-ul- Adab, Bab:
Asma-un-Nabi; Muatta’, Kitab-u- Asma in-Nabi, Al- Mustadrak Hakim,
Kitab-ut-Tarikh, Bab: Asma-un-Nabi.)
Bahkan diingatkan juga dalam suatu hadits bahwa setelah zaman Nabi Muhammad SAW
masih akan ada orang-orang yang mengaku Nabi. Thauban meriwayatkan: Nabi Saw
berkata: “Akan datang tiga puluh pendusta didalam umatku yang masing-masing
dari mereka akan mengatakan kepada dunia bahwa dia adalah seorang Nabi, tetapi
aku adalah garis terakhir dari kenabian dan tidak akan ada Nabi lagi
setelahku.” (Abu Dawud, Kitab-ul-Fitan).
Apa sebenarnya arti Nabi dan Rasul dan apa sebenarnya maksud pengakhiran
kenabian maupun kerasulan? Pengakhiran ini merupakan dekonstruksi total dari
kenyataan hidup dalam naungan Islam itu sendiri sebagai Adab dan Sikap
tertinggi makhluk, sikap dewasa, sebagai makhluk berpikir dihadapan Allah Yang
Maha Esa yaitu sebagai HambaNya yang melalui penjelajahan Pengetahuan Tauhid
sebagai Ruh Makrifatullah. Didalam kehambaan inilah sebenarnya manusia berada
dalam kedekatan yang sangat dekat sehingga dapat melihat segala sesuatu dari
berbagai sudut pandang. Ibnu Arabi menyebut terminal ruhani demikian disebut
maqom tanpa maqom.
Di dalam sudut pandang yang luas inilah hakikat Muhammad adalah Rahasia
Kehidupan seluruh hamba Allah, dan dengan Muhammad sebagai washilah saja saja
manusia sebagai hamba akan memahami hakikat kehidupan dirinya maupun makhluk
lainnya. Kurang dari keadaan demikian maka manusia harus bersandar pada
Pertolongan Allah dengan Ikhlas. Jika tidak maka ia akan terhembas jatuh ke
dalam Kehinaan Allah yang melekat pada dirinya maupun pengikutnya jikalau ia
yang terhempas itu mempunyai pengikut. Lebih dari keadaan demikian, maka si
hamba berada dalam keberserahdirian mutlak karena itu tidak ada yang melebihi
kondisi kehambaan ini sehingga Muhammad sebagai Nabi pun perlu diwanti-wanti
oleh Jibril untuk berendah hati dan tidak melampaui batas di hadapan Allah Yang
Maha Tinggi. Karena itu, tidak ada Nabi dan Rasul sesudahnya karena tak ada
lagi dasar-dasar kehidupan yang baru bagi manusia yang dinyatakan oleh Allah
kepada Muhammad SAW. Semuanya masih tetap sama dengan dasar yang sama yaitu
sistem geometri dasar, bilangan Adamik nol sampai sembilan dan biner, dan
huruf-huruf yang satu sama lain dapat diterjemahkan. Makanya kalau setelah masa
Nabi dan Rasul Muhammad SAW ada orang yang mengaku-aku menjadi Nabi dan Rasul
bisa dipastikan orang tersebut Nabi dan Rasul palsu karena tidak memahami
hakikat kenabian maupun kerasulan itu sendiri. Utusan-utusan Tuhan masih tetap
eksis sepanjang zaman. Namun perannya hanya sebagai pewaris yang terbimbing
dengan benar atau al-Mahdi belaka (mengenai istilah al-Mahdi ini silahkan baca
risalah Ibnu Arabi di situs www.ibnarabisociety.org.) Secara umum, setiap umat
beragama Islam sejatinya menjadi Pewaris Pengetahuan Tauhid dengan Islam
sebagai adab tertingginya karena memang dasar keberagamaannya tetap sama yaitu
: Laa illaha illaa Allah.
Namun pemakrifatannya mengikuti Nabi Muhamad SAW sebagai Wakil Allah dengan
bukti-bukti sahih dan yang menjelaskan makna dan arti Kehidupan manusia sebagai
makhluk yang aslinya berakhlak mulia dengan cara bersyahadat yang benar atas
nama kehidupan ciptaan Allah yang diwakilkan melalui washilah manusia berakhlak
mulai yang menyempurnakan yaitu Muhammad. Akhlak Muhammad lah yang kemudian
menjadi rujukan sesudah masa kenabian dan kerasulan dengan sebutan berbagai
macam misalnya Insan Kamil, Manusia Paripurna, Manusia Sempurna atau pun
Purnawirawan. Jadi, penegasan umat manusia selama ia meyakini Ke-Esa-an Tuhan
pun tidak berubah. Masih tetap sama yaitu : Muhammadurrasulullah
Syahadat lengkap dengan : La ilaaha illa Allah, Muhammadurasulullah
ibarat idzin untuk meneruskan kontinuitas Tauhid.
Jadi, perannya kalau kita analogikan dengan masa
kini, mirip dengan idzin Copyleft tapi bukan membajak.
Tak perlu bayar royalti untuk mengcopyleft syahadat dan menyebarkannya
sebagai suatu sikap yang dipilih sendiri maupun untuk pengajaran guna
memuliakan kembali akhlak manusia yang tercela dan condong pada berangan-angan
materialistik mengikuti hawa nafsunya sendiri.
Sebagai manusia yang bersyahadat maka ia harus beradab yaitu menyebutkan
syahadat atas nama Muhammad sebagai Utusan Tuhan yang juga menjadi representasi
sahih kalau Kehidupan itu merupakan bukti langsung dari Adanya Tuhan.
Karenanya, syahadat dengan Muhammad identik dengan penghargaan atas Kehidupan
Berkualitas LaHir dan Batin sebagai Utusan Tuhan yang tak terbantahkan dengan
naungan Keikhlasan dan Kalimat Basmalah bukan dimensi keahmadan Nabi Muhammad
SAW yang tidak lain adalah ideo-psikologis dari masa kanak-kanak. Semua itu
menjadi keyakinan sebagai fakta bagi manusia yang masih hidup yang tidak dapat
disangkal lagi dengan argumentasi apapun
juga karena telah mengambil hikmah danpekajaran dari kehidupan yang dijalaninya
dengan pedoman dan bimbingan yang benar. Mereka yang menyangkal pentauhidan
dengan Muhammadurrasulullah bisa dikatakan telah melampaui batas dan terkelabui
oleh ilusi kekanak-kanakkan tentang egosentrisme hawa nafsu yang merusak
keimanan dan keyakinan yang bersendikan Islam sebagai pendewasaan seluruh
pengetahuan tentang Allah, Yang Maha Esa, Yang Maha Tinggi. Penisbahan bahwa semua
manusia adalah Pewaris atau al-Mahdi demikian nampaknya berlaku kepada semua
manusia asalkan ia mau mengikuti petunjuk Rasulullah SAW (simak makna
terselubung dalam Qs 9:128-129) dengan pedoman Al Qur’an sebagai Dzikrul Lil
Mu’minun maupun Dzikrul Lil ‘Aalamin.
Dengan kata lain, ia menjadi Pewaris karena mengikuti proses pendidikan yang
benar dengan Pembimbing Yang Benar yang serupa dengan Nabi Muhammad SAW dalam
banyak pengalaman mendasarnya sebagai manusia yang mampu mengembangkan karakter
dirinya sebagai manusia berakhlak mulia. Jadi, iamestilah pembelajar. Dan
syarat mendasarnya adalah ia seorang yang“ummi” sebagai suatu kiasan kalau
iamemahami secara mandiri dari prinsip-prinsip dasar kehidupan yang telah
dialami, dijalani, dan dimakrifatinya dengan sadar dan tertunduk berserah
diriakan kehambaannya di hadapan YangMaha Tinggi yaitu Allah. Dan karena itu
iaberupaya untuk selalu selaras dengan Kehendak Allah serta tampil sesuaidengan
ruang-waktunya bukan ruang waktu Nabi Muhammad SAW zaman baheula. Dengan
demikian ia tidak bersandar secara pokok pada pertolongan makhluk karena
kebersandaran pada makhluk akan menyeret dirinya kedalam ketidakmandirian
sikap. Pada akhirnya,iapun tidak akan bersandar padaPertolongan Allah dan tidak
menjadi ikhlas dalam mengajarkan apa yang telahdinyatakan oleh nafsunya
sendiri. Di itik inilah dearajat ruhani seseorang akan jatuh di hadapan Allah.
Kemandirian menyebabkan ia (al-Mahdi, alias Umat Islam secara global) dapat
muncul dari kalangan non-Arab dan bahkan sama sekali tidak dapat berbahasa Arab
meskipun ia mungkin saja memahami bagaimana huruf-huruf Arabitu disusun
dan dikodefikasikan menjadi sebuah Wahyu dengan penjelasannya yan grasional
maupun intuitif! Hal ini dimungkinkan karena ia telah memahami hakikat Sastra
Wahyu Serat Jiwa sebagai pengetahuan antara untuk menafsirkan gerak-gerik dan
tanda-tanda dari Pesan-pesan Ilahi, baik yang nyata maupun yang diisyaratkan.
MAKNA DAN ARTI NABI DAN RASUL TERAKHIR
Bermunculannya kelompok-kelompokkecil keagamaan maupun yang sudahmerasa menjadi
besar di dalam kalangan yang “mengaku Islam” belakangan ini merupakan suatu
tanda yang memang bisa jadi mengkhawatirkan. Kekhawatiranini bukan sekedar
khawatir karena akanrusaknya akidah dan sendi-sendi keyakinan Umat Islam
kebanyakan.Namun, langsung menohok pada tiang dari Agama Islam itu sendiri
dengan bermunculannya kelompok yang membedakan diri tatacara syahadatnya, akidah
dan ibadahnya namun masih membawa nama Islam sebagai Agamanya.
Kelompok-kelompok ini umumnya muncul dengan pengakuan yang tidak fair
karenamengaku juga bernama Islam juga.Padahal sendi-sendi utamanya sebagai
keyakinan agama yang disebut Islam pada posisi kehambaan mutlak dan kemandirian
dengan bersandar hanyapada Pertolongan Allah yang merefleksikan Islam sebagai
Agama maupun Islamsebagai adab makhluk di hadapan Allah,Yang Maha Esa, tidak
dipenuhi. Kemandirian dihadapan Allah denganAslim dan Islam karenanya menjadi
syaratutama sebagai Islam yang lurus. Tanpa kemandirian dalam koridor
persaudaran universal sebagai hamba Allah maka keislamanan yang diakuinya
ataupun keberagamaannya yang jujur dan lurus patut dipertanyakan.
Gerakan-gerakan sempalan yang seringkali mericuhi Umat Islam (seperti yang
pernah saya ikuti di lembaga berkedok sekolah TK SD Al Yaklu Arjosari Malang)
sebenarnyabukan hal baru. Bahkan kalau kita menengok sejarah, semasa
NabiMuhammad SAW masih hidup pun adakelompok-kelompok yang mengaku-aku. Baik
mengaku Nabi maupun mengakuUtusan Tuhan. Waktu itu, memang belumada yang
mengaku agama Islam karenaIslam sendiri secara definitif di masa kenabian
memang belum menjadi suatu identitas komunal yang kokoh. Tapi itu dulu sekali,
zaman Nabi Muhammad SAW ketika hampir sebagian besar masyarakat jahiliyah dalam
arti kiasan maupun sesungguhnya.
Jadi kalau hari ini ada orang yang menganggap manusia lainnya jahiliyah dalam
arti persis sama seperti masyarakat Arab dulu, orang itu saya katakan arogan
dan melecehkan manusia. Mungkin benar kalau orang zaman sekarang tahu tentang
agama tapi enggan melaksanakan. Dan mungkin juga pantas dalam hal-hal tertentu
“Tindakan”-nya disebut jahiliyah.Jadi, kejahiliyahan masa kini lebih bersifat
kiasan untuk menunjukkan karakter jiwayang lemah dan rapuh karena lalai
melupakan ajaran yang benar dan terselubungi oleh ego diri yang kuat yang justru
menunjukkan kerapuhannya ibarat baja yang keras tapi getas serta mudah retak.
Sikap demikian mungkin malah lebih tepat disebut “Summum Bukmum dan Umyun”.
Jadi, sebutan jahiliyyah dimasa kini tidak harus sama maknanya dengan masa
lalu, meskipun prinsipnya sama yaitu orang yang Bodoh dalam memaknai maupun
memahami kehidupandan kematiannya dan mengabaikantuntunan yang seharusnya
dipelajari dengan jujur dan lurus.
Ketika Nabi Muhammad SAW wafat, perpecahan dalam Islam sebagai Umat yang
mempunyai sistem sosial danperibadahan yang baku, dan disempurnakan sebagai
agama sepertitersirat dalam surat al-Hajj, muncul ketingkat semantik-logika.
Islam sebagai label kemudian menjadi produk semantik dan saat itu lah
perpecahan yang melibatkan nama Islam sebagai labelmulai terjadi sampai
akhirnya muncul kelompok Sunni dan Syi’ah yang patuh kepada pesan-pesan dasar
Muhammad SAW.
Semua pengakuan maupun klaim yangmuncul diantara Umat Islam (sehingga secara
visioner oleh Nabi Muhammad SAW kelak diprediksikan akan terpecah menjadi 73
golongan) sesungguhnya penafsiranyang jauh berada di wilayah keruhanian yang
suci. Keruhanian yang suci adalah keruhanian dimana seseorang membaca Qalam
Ilahi bukan dengan hawa nafsunya (pikiran,
elmu gathuk) sendiri seperti
dikisahkan didalam al-Qur’an. Karena itu pula perselisihan yang muncul di
wilayah ruhani ini awal dan akhirnya sebenarnya menunjuk langsung kualitas
ruhani dari pemimpin kelompok yang saling bertikai. Baik dan buruk nyahasil
perselisihan dan pertikaian itu punmerefleksikan tinggi dan rendahnya kualitas
ruhani. Dan tentunya menunjukkan benar dan salahnya ketika saling
diperbandingkan dengan fakta-fakta maupun bukti-bukti yang relevan
yangdiungkapkan oleh pelaku perjalan ruhani yang sesungguhnya bukan yang
berdasarkan atas referensial buatan semisal buku-buku atau kitab-kitab.
Nabi Muhammad pun nyaris tergelincir ke dalam hawa nafsu ketika al-Qur’an
dinyatakan didalam qolbunya oleh Allah.
Akhirnya, Allah menegurnya supaya jangan menggunakan hawa nafsu karena kalau
itu digunakan engkau akan terjebak dalam kekeliruan untuk memahami dan
menyampaikan Pesan-pesanNya. Dalam ayat yang sering dijadikan senjata bagi
orientalis sebagai ayat-ayat setan, Nabi memang sempat tergelincir karena
seperti melakukan kompromi denganmembolehkan bergonta-ganti sesembahan.
(Kisahnya simak sendiri di surat an-najm, QS 53 dan sirah Ibnu Ishaq). Apa yang
menyebabkan klaim-klaim muncul di berbagai kelompok kecil yang menjadi besar
karena dukungan kekuasaan tertentu misalnya kolonial maupun akibat BLOW UP media
dengan labelisasi Islam? Ada banyak hal. Namun yang paling pokok, pengakuan
tersebut ternyata muncul dari ketidaktahuanmereka sendiri tentang makna
kenabiandan kerasulan, serta kenapa Muhammad harus disebut Utusan Allah Yang
terakhir dan tidak ada Nabi dan rasul setelahnya. Pernyataan nabi terakhir yang
dinisbahkan kepada Muhammad SAW sebenarnya justru DEKONSTRUKSI dari ikatan
sejarah para “Nabi dan Rasul” yang dulu dianut oleh Kaum Yahudi (simak tulisan
saya yang ini). Dekonstruksi itumenyangkut metode maupun cara penyampaian
pesan-pesan-Nya yang kelak menjadi al-Qur’an sebagai Induk Seluruh Kitab.
Meskipun disebut penutup Nabi dan Rasul, keterputusan itu bukan sebagai
keterputusan wahyu Tuhan.Wahyu Tuhan setiap saat berjalan sesuaidengan
hukum-hukum dan sifat-sifatNya yang Maha Hidup. Jadi, kalangan yang mengira
pengertian Utusan Terakhir samadengan berhentinya wahyu itupun mengalami
kekeliruan. Dekonstruksi bahwa Muhammad SAW sebagai Utusan Allah terakhir
adalah dekonstruksi total karena prinsip-prinsip dasar untuk memahami
kehidupan, menafsirkannya,dan menyatakannya sebagai bukti Allah,al-Hayyu,
al-Qayum dimana manifestasinya adalah sosok Muhammad yang berakhlak mulia
dengan menjunjung serta menghargai kehidupan dibawah naungan kalimat
Bismillahir al-Rahman al-Rahim bagi seluruh makhluk sebagai Rahmat telah
disempurnakan oleh Muhammad SAW yang hidup dari 571sampai 633 M.
Dan replikasinya (pewaris pengetahuan Muhammad) adalah mereka yang mewarisi
pengetahuan itu dengan benar. Oleh ibnu Arabi, manusia yang mewarisi dengan
benar dan dengan bimbingan yang benar disebut al-Mahdi tapi bukan berarti Nabi
maupun Rasul. Sehingga dikiaskan dalamal-Qur’an seolah mereka bagaikan Bapak
yang melihat anak-anaknya sendiri karena sangat familiarnya dengan isi, arti, dan
makna al-Qur’an, baik yang lahiriah maupun yang tersembunyi. Bahkan dalam taraf
ruhani tertentu tertentu struktur dasar al-Qur’an juga juga diketahuinya.
Namun, yang paling penting akhlaknya merefleksikan al-Qur’an. Karena itu,
eraNabi dan Rasul berakhir di zaman Muhammad SAW pada tahun 633 dan setiap
orang dapat mengadopsi kandunganal-Qur’an, mengikuti akhlaq MuhammadSAW kalau
metodenya tepat dan yang penting kalau Allah menghendakinya demikian.
Lho, bagaimana tanda Allah menghendakinya demikian? Gampang saja, tahu semua
itu tapi nggak pernah mengaku-aku jadi Nabi atau Rasul karenamasanya sudah
selesai. Dan ia ada hanya sekedar menjalani kehidupan sesuai potensinya yang
bisa dinyatakan dengan istiqomah. Maka jadikan dirimu Imam Mahdi atau Isa Ibnu
maryam untuk dirimu sendiri. Kenalilah siapakah dirimu dan siapakah Tuhanmu.
Itulah tandanya kalau Allah menghendaki, manusia akan dibawa mengarungi
jejak-jejak kenabian dan mengetahui rahasia semua makhluk ciptaan, baik makhluq
malaikat, iblis, jin,setan, nabi, rasul, wali, maupun manusia lainnya.
Pengakuan palsu mirip dengan barang dan produk palsu. Contohnya, Bill Gate dan
timnya membuat Windows (meskipun bukan yang pertama). Orang bisa saja membuat
Windows yang serupa dengan program yang mirip aslinya. Tapi bukan berarti dia
adalah Bill Gate dan belum tentu bisa membangun perusahaan sebesar Microsoft.
Jauh dech kayaknya. Karenanya, meskipun orang bisa menafsirkan al-Qur’an dengan
bahasa Arab yang fasih begitu sekalipun, atau bahkan bisa menyusun kodifikasi al-Qur’an,
ia bukan Rasul atau Nabi karena segala informasi yang berhubungan dengan
karakteristik dan prinsip dasar memahami kehidupan untuk seluruh manusia telah
dinyatakan oleh Muhammad SAW di zaman dahulu. Ialebih tepat dikatakan sebagai
Pewarisdalam arti umum maupun khas (umum=pemeluk agama Islam yang menjalani
semua aturannya sebisanya; khas= pemeluk yang diberi kelebihan khusus sesuai
potensinya).Seperti yang pernah saya ikut gerakan Pemerintahan Islam Sejuta
Wali, PISWA sebuah gerakan makar terhadap NKRI berkedok sekolah TK SD Al Yaklu
Arjosari Malang. Asbirin Maulana yang mengaku “nabi” saja pernah bangun
kesiangan… astaghfirullah!
Lantas, kenapa Muhammad SAW harus menyatakan atau dinyatakan olehpengikut
sesudahnya yang membangun sistem sosial yang disebut Islam sebagai Nabi dan
Rasul terakhir? Inilah yang disebut suatu visi besar seorang Nabi dan Rasul
yang memang menyadari al-Qur’an adalah Induk Kitab, Induk semua Pengetahuan
Manusia dimana basisnya adalah 10 dan 2 sebagai biner dan desimal.
Dan selama manusia masih menggunakan panca
inderawinya dan perasaannya dengan cara yang sama,maka tak ada lagi ilmu
lainnya. Tak ada ilmu pengetahuan manusia maupun kitab agama yang tidak ditulis
maupun tidakdapat diterjemahkan dengan biner dandesimal di hari ini (dijital).
Makanya,Qur’an disebut Induk kitab, Muhammad sebagai Utusan Allah terakhir
tidak lebih adalah karena manusia hari ini hanya membolak balik dan merinci
ilmu dasar yang sudah baku untuk memahami kehidupan.
Tak ada yang baru dalam hal ilmu apapun. Yang ada adalah rekonfigurasi2 baru,
tranformasi-transformasi baru untuk memahami dan memaknaikehidupan dengan
menggunakan huruf dan bilangan sehingga muncul kata dan istilah baru, muncul
kalimat baru ,muncul pengertian-pengertian baru (iptek)dan semua itu digunakan
untuk menafsirkan kehidupan yang sama sejakdulu yaitu kehidupan di sistem
tata-surya dengan bumi dan Matahari yang saling seimbang (simak QS 91:1-10 atau
Qs55:1-13).
Dan hari ini, sebenarnya semua orang praktis bisa memahami hal itu, bisa memanfaatkannya
meskipun belum tentu bisa memaknainya. Makanya, apa yang diketahui Nabi
Muhammad SAW dulu,lantas diketahui orang masa kini, maka gelar Nabi dan Rasul
tidak lagi layakdisandangkan apalagi diaku-akui. Bahkan kalaupun orang bisa
menembus langit dengan Sulthan al-Khayal-nya, atau miraj seperti Nabi Muhammad
SAW, juga orang itu tidak lagi menjadi Nabi dan Rasul. Mungkin lebih pantas
disebut Astronotsaja. Atau kalau mau istilah keren pakai saja Superman (pas
dengan Asbirin Maulana mantan preman) atau kalau mau lebih ke-Arab-araban
gunakan saja Insan Kamil atau kalau mau nampak lebih benar gunakan gelar Syekh
Maulana atau kalau mau lebih ilmiah gunakan saja sebutan manifestasi Theory of
Everything, atau apalah terserah Anda.
Disinilah Visi besar Nabi Muhammad SAW berperan ketika mendekonstruksi dengan
menyatakan dirinya secara langsung maupun tidak sebagai Nabi danRasul terakhir.
Jika
istilah Nabi dan Rasul tidak didekonstruksi dan ditransformasikan menjadi
istilah baru akan muncul kekacauan. Sebabnya, kalau semua orang yang bisa
membaca, menulisdan menafsirkan simbologi maupun makna al-Qur’an mengaku Nabi
atau Rasul maka seluruh kesatuan Umat Islam yang baru lahir akan berantakan
dengan cepat! Bahkan, pada kenyataannya meskipun Nabi dan Rasul terakhir dinyatakan
untuk Muhammad SAW tetap saja Umat Islam terpecah belah dalam berbagai
perincian untuk menerapkan warisan Nabi Muhammad yang ditinggalkan yaitu
al-Qur’an maupun as-Sunnah.
Jadi, Anda saksikan sendiri bahwa kemampuan ala Nabi dan Rasul saat ini bisa
dipelajari, dan bukan sesuatu yang istimewa lagi tetapi sudah menjadi konsumsi
umum (simak tulisan saya membangun akhlak muhammad denganberpikir intuitif dan
rasional). Dan itulahtujuan Muhammad untuk menyampaikan Pengetahuan Tuhan bagi
kesejahteraan semua manusia bukan bangsa Arab saja. Maka siapapun yang menabiri
pengetahuan itu ia akan diadzab dengan KEBODOHAN DAN AMARAH sebagai manifestasi
Allah yang Maha Menghinakan yang tidak lain adalah neraka yang disegerakan di
dunia ini.
Nabi Muhammad SAW akhirnya menjadi Yang Terakhir untuk mengakhiri era yang
dikenal sejarah sebagai era “Nabi danRasul” sebagai batas antara masa
sebelumIslam dan sesudah Islam dimana Islam yang kemudian berkembang harus
ditranformasikan menjadi Dzikir, Fikir dan Ikhtiar, Syariat, Makrifat dan
Hakikat.
Pengakhiran ini juga sama artinya dengan diakhirinya “masa kemukjizatan” yang
aneh-aneh seperti era kenabian Yudeo Kristen dulu. Kemukjizatan MuhammadSAW
adalah al-Qur’an sebagai Kitab Induk yang jumlah ayatnya sama dengan tanda unik
di jemari anak Adam. 300 tahun setelah meninggalnya Nabi, kita menyaksikan
sendiri bagaimana DEKONSTRUKSI ERA KENABIAN DAN KERASULAN DITRANFSORMASIKAN
dengan munculnya ilmuwan Islam yang merajai peradaban dunia. Bahkan sampai hari
ini pun peninggalan mereka tetap menjadi soko guru peradaban manusia, baik
disebut barat, timur, utara maupunselatan. Nama-nama beken Umat Islam di masa 3
abad pertama tahun Hijriah merupakan masa kejayaan karenaberhasilnya kelompok
masyarakat Mentranformasikan pesan nabi bahwa MUHAMMAD ADALAH NABI DAN
RASULTERAKHIR dan tak ada Nabi dan Rasul sesudahnya kecuali manifestasi
darimereka yang berupaya mengikuti akhlak Muhammad SAW. Dan itulah peran dan
misi Umat Islam yang abadi yang juga harus diyakini hari ini, meskipun masih
banyak yang jauh dari kenyataan akhlak Muhammad SAW sesungguhnya. Jadi, tak
perlulah mengaku Nabi atau Rasul dengan menunggangi Islam, karena pengakuan itu
menunjukkan ketidaktahuan tentang arti dan makna Nabi dan Rasul dalam banyak
segi. Cukup pelajari Isi Al Qur’an, Sunnatullah dan nyatakan sebisanya akhlak
Muhammad SAW dengan yakin dan sungguh-sungguh, Istiqomah dan Taqwa maka engkau
akanmelihat Islam sesungguhnya, baik sebagai adab personal, sebagai agama,
maupun sebagai fondasi untuk membangun masyarakat berpengetahuan dengan dasar
kalimat Basmalah (Peradaban Basmalah). Mereka yang mengaku Nabi dan Rasul hari
ini adalah
mereka yang telah keliru secara prinsipal karena menggunakan
nafsunya sendiri dan tidak paham arti dan makna nabi dan rasul sesungguhnya.
Nah, kalau arti dan makna nabi dan rasul saja tidak tahu dan keliru, mau
nyampai kemana? Nyampai dihadapan Tuhan atau di hadapan Hantu.
KEYAKINAN PRIBADI & KEYAKINAN KOLEKTIF (AGAMA)
Menurut Ibnu Arabi dalam kitab Fusus Al-Hikam: Umumnya, kebanyakan manusia terpaksa
memiliki suatu konsep keyakinan pribadi mengenai Tuhanmereka, yang mereka
anggap berasal dari-Nya dan ditempat mereka mencari-Nya. Selama Realitas
dihadirkan kepada mereka sesuai dengannya (termasuk dengan nafsu-nafsunya yang
menyesatkan), mereka akan mengenal dan menaati-Nya,padahal bila dihadirkan
dalam bentuk lainnya, mereka menyangkal-Nya, menghilang dari-Nya dan memperlakukan-Nya
dengan tidak semestinya,sedangkan pada saat yang sama, membayangkan bahwa
mereka bertindak terhadap Dia dengan tepat.Orang yang beriman pada jalanbiasa,
hanya beriman pada tuhan yang telah diciptakannya dalam dirinya sendiri, karena
tuhan dalam “keyakinan” adalah sebuah tafsiran mental. Dalam apa yang mereka
imani, mereka hanya melihat diri mereka sendiri – sebagai makhluk relatif – dan
tafsiran-tafsiran mereka sendiri dalam diri mereka sendiri.
Barangkali kondisi demikianlah yang berkecamuk di akal pikiran semua orang
ketika berbicara menyangkut keimanan kepada Tuhan. Dalam pikiran Pecinta Ilahi
yang mengimani keberadaan Tuhan makahal ini akan menimbulkan cerapan citarasa
yang subyektif-realistis. Sedangkan bagi seorang yang menolak kenyataan tentang
Tuhan, yang terjadi adalah cerapan subyektif-spekulatif sebagai hasil
manipulasi dan inkonsistensi pola pikirnya. Celakanya, pola demikian nampaknya
banyak diimani oleh banyak orang.
Pada kebanyakan manusia, apa yang digambarkan Ibnu Arabi itu akan mengarahkan
pikiran pada kebenaran hakiki tentang alam. Di titik ini, dapat muncul rasa
takut karena tidak mampu menembus selubung (tabir) psikologis ego dirinya
ketika singularitas dicapai. Bagi yang tidak menyadari kelemahannya, tabir
kegelapan akan menghantui dan semakin menebal hingga ujung dari kebenaran pun
ditepiskannya, seolah lupa bahwa itulah realitas yang disajikan akalnya bahwa
ada sesuatu di luar alam semesta fisik yang diamatinya. Karena itu, tidak heran
kalau Niels Bohr yang ilmuwan kuantum pun akhirnya terpuruk ke dalam filsafat
positivisme, Richard Dawkin yang ahli genetika modern terbingung-bingung
mencari makhluk hasil mutasi gen untuk membuktikan teori gen egoisnya
(SelfishGen), Stephen Hawking pun nampaknyaterpuruk ke dalam
spekulasi-matematis manakala ia memodelkan Teori Kosmologi Kuantum dengan
memodelkan gelombangalam semesta bagai bola karet yang memantul-mantul tanpa
henti entah sampai kapan. Sedangkan terminology-terminologi psikologi
psikoanalisa Sigmund Freud lebih suka membuat istilah ilmiah baru yang
berhubungan dengan kondisi kejiwaan manusia seperti istilah kesadaran dan alam
bawah sadar, id-ego-superego. Semua penafsir pun pada akhirnya memang berhenti
dalam istilah-istilah. (sama kasusnya dengan para pakar di atas, seorang pakar
yang sekaligus ngaku "Nabi", bernama Asbirin Maulana saking tidak
mampu-nya berfikir tentang filsafat ketuhanan ini, maka kebingungannya
dialihkan dengan cara memelintir ayat FAI (harta rampasan perang) dan melakukan
perampokan toko emas Ponorogo milik etnis Cina tahun 1996.
Hijrahnya menuju perilaku iblis yang menuhankan
3 TA (harta-tahta-wanita). Beberapa perkataannya yang sangat rendah dan
kampungan tetap terekam kuat dalam memori pengikutnya.
Demikian juga penafsiran di jalan ruhani. Hanya saja ada yang
membedakannya.Dari sisi keilmuan dengan basismaterialistik akan berhenti di
istilah keilmuan dengan nama-nama baru (dan beberapa diantara nama tersebut
dinisbahkan pada penemunya), dari sisi ruhaniah akan berhenti langsung di
koridor penghambaan dan pengakuan tentang keterbatasan manusia untuk mengenali
kehidupan dengan utuh dengan menyatakan adab Islam yang diaktualisaikan sebagai
keyakinan agama dengan suatu aturan yang mengikat dan disepakati bersama.
Ikatan itu tentunya perlu karena merefleksikan prinsip-prinsip dasar Islam
sebagai suatu Agama yang mengikat secara kolektif seperti Rahmaatan LilAalamin,
silaturahim, dan berbagai istilah lainnya yang mencerminkan kepatutan secara
kolektif. Tanpa ikatan tersebut, atau tanpa ketundukan terhadap ikatan tersebut
yang telah dinyatakan sebaga isyarat awal yaitu mengucapkan syahadat lahir dan
batin, maka keislaman seseorang diragukan kebenarannya. Baik, secara hukum
agama, intuisi dan logika, maupun nilai etik dan moral kemasyarakatan sebagai
suatu keyakinan yang harus dipatuhi.
Boleh jadi kemunculannya keyakinan komunitas Nabi Asbirin Maulana dan sekolah
Al Yalu Arjosari dengan menggunakan nama Islam sebagai labelisasi hanya sekedar
kamuflase dari gerakan yang bertujuan menghancurkan identitas bersama sebagai
suatu kaum maupun sebagai suatu keyakinan. Terlebih dengan mewarisi label DI
TII maka dapat dipastikan gerakan ini sebagai makar underground terhadap NKRI.
Dan kalau hal ini terjadi, Umat Islam Indonesia yang masih mengikuti aturan
main yang sahih sah-sah saja untuk melakukan tindakan preventif secara hukum
karena adanya tindakan pengrusakan identitas dengan sengaja yaitu “abuse”
dengan “mengatas namakan Islam” sebagai “brand global” manusia yang meyakini
kebenaran ajaran Agama Islam.
Pada akhirnya, perkembangan masyarakat Indonesia dengan pernak-pernik manusia
dan budayanya hanya akan dimungkinkan tetap eksis jika Pengetahuan Tauhid yang
benar dicanangkan kembali dengan kokoh. Hal ini tentunya harus didukung oleh
pemerintah dengan menetapkan dan mengarahkan kembali arah perubahan bangsa
dalam wilayah rasional yang aktual tanpa kehilangan sisi filosofis maupun
spiritualnya yang dapat dipancarkan dengan hati yang jernih dan murni, dengan
panduan Qalam Tuhan yang sebenarnya yang menunjukkan perlunya keselarasan
antara apa yang diyakini dalam hati, apa yang diucapkan dengan kata-kata dan
kalimat, dan apayang dinyatakan dengan tindakan sebagai keselarasan tatanan
lahir dan batin dengan keseimbangan dinamis tanpa cacat yaitu Ihdinas
Shirathaal Mustaqiim.
Wahai Sukirman pendek dan
Langgeng, Wiyanto dan endang serta saudara-saudaraku lainnya di Al Ya'lu,
sadarlah kalian semuanya, bahwa kalian telah dibodohi oleh seorang mantan
preman dan buronan BIN dalam kasus makar Tanjung Priok 1984. Jika kalian tidak
melepaskan diri, maka berarti kalian melindungi kejahatan Asbirin Maulana alias
Algar alias Pakde, sebuah pengkhianatan terhadap konstitusi negara NKRI, hukum
positif maupun Al Qur’an dan Islam.
Kepada Bapak-bapak di BIN, POLDA Jatim-Jabar-Jateng-Sulsel-Sulteng,
Anda berhak memburu dan menahan siapapun anggota-anggota kelompok NII PISWA Malang
yang merusak citra agama Islam yang damai dan toleran. Bismillaahirrohmaanirrohiim,
kami beserta aparat negara siap membantu informasi keberadaan Asbirin Maulana
dan jaringannya.